Pandangan Tentang Sejarah Riau (selesai)

Jumat, 11 Juli 2008


Kutipan Buku : Dari Perbendaharaan Lama

Karya Prof. Dr. Hamka

Bagian kesembilan

Akhirnya saya sampaikan seruan kepada IAIN di Riau agar turut aktif memasak dan menggali Sejarah Riau ini. Karena melihat bahan-bahan dan Bibiliografi pembacaan Draft Sejarah Riau, masih banyaklah pengambilan dari buah tangan Belanda. Sumber Arab sangat jarang, kecuali yang ditemui oleh sarjana Pakistan Prof. Fatemi tadi.

Dan kepada sarjana-sarjana angkatan muda di Riau baik dari UNRI atau dari IAIN, saya serukan, janganlah diabaikan huruf pusaka kita, yaitu huruf Arab yang telah kita pakai beratus tahun lamanya. Di Malaysia di sebut huruf Jawi, sedang di Indonesia disebut huruf Melayu. Kasihan huruf pusaka Islam itu, Indonesia menolak ke Melayu, Malaysia Menolak ke Jawa, akhirnya terbenam di Selat Malaka. Lalu karena Indonesia dan Malaysia Sudah Merdeka dari penjajahan bangsa Barat, kita gantilah huruf pusaka penjajah. Dengan demikian jadi sukarlah kita menggali sumber keberadaan nenek moyang kita yang tersimpan dalam huruf itu. Sehingga Ajaran Abdurrauf Singkel, Dr. Rinkeslah yang menggalinya, Hamzah Faisuri digali oleh Doorensbos, Syamsyudin Sumantri digali NuwenHuyze. Kita sendiri tidak sampai ke sumbernya. Kalau tidak apa-apa yang disuguhkan sarjana-sarana Barat tersebut.

(Pekanbaru, Kamar Kostku, 08 Juli 2008 17:09)

Diposting oleh Eddy Syahrizal di 06.20  

0 komentar:

Posting Komentar