Pandangan Tentang Sejarah Riau 7

Jumat, 11 Juli 2008


Kutipan Buku : Dari Perbendaharaan Lama

Karya Prof. Dr. Hamka

Bagian ketujuh

Saya kemukakan ini semua supaya saudara-saudaraku di Riau jangan menyebut asli dan tidak asli. Dan berdasar kepada ini juga saya minta di tinjau kembali keterangan bahwa penduduk Kepulauan Riau sekarang ini ada disebut orang suku Jawa, Suku Minangkabau, Suku Banjar dan lain sebagainya, yang tersebut dalam Draft Sejarah Riau hal. 45 terutama tentang Minangkabau. Oleh karena telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Sejarah Riau ialah setelah Riau menjadi Propinsi sekarang ini kurang enak dirasakan kalau pedagang yang datang dari daerah Sumatra Barat itu disebut dalam buku catatan Ilmiyah sebagai seorang pedagang atau penduduk dari Minangkabau. Lebih tepat kalau dikatakan penduduk yang berasal dari Sumatra Barat. Karena Kampar Kiri, Kampar Kanan, Rokan bahkan Kuantan sampai ke batas Peranap, semua sekarang masih mengakui beradat pusaka secara Minangkabau, baik Perpatih atau adat Temenggung (Kota Piliang atau Budi Caniago). Kata-kata keempat suku (yang berasal dari sempat suku yang berasal dari Pariangan Padang Panjang, Koto dan Piliang dan Budi dan Caniago, di nagari-nagari itu masih dipakai sampai sekarang), meskipun mereka sudah dalam propinsi Riau. Datuk-datuk yang jadi pemimpin bagi kemenakannya, masih tetap ada di Kuantan, di Kuok, Air Tiris, Bangkinang dan Rumbio. Bahkan bahasa Minangkabau masih lebih banyak terpakai dari bahasa Melayu. Semua mereka itu adalah Minagkabau.

Tetapi 1.000 kali saya minta maaf jika saya kemukakan sedikit bandingan itu, karena bandingan yang tidak berarti itu tidak akan melukai kehebatan susunan Sejarah Riau ”Gading Bertuah” ini, bahkan mungkin sekali bandingan ini entah semosionil, karena saya kebetulan berasal dari Minangkabau, bersuku bersako, tetapi sekarang penduduk Jakarta yang berasal dari Propinsi Sumatra barat.

Lain dari itu saya jelaskan pula bahwa aliran pikiran islam telah masuk ke Indonesia dalam Abad masehi yang ketujuh ini telah saya kemukakan di Seminar masuknya Islam ke Sumatra Utara pada bulan Maret 1962 di Medan. Prasaran saya tentang itu diterima baik oleh seminar di Medan tersebut. Maka dengan diterimanya pula pendapat AlmarhumUstadz Tamin di seminar Kebudayaan Minangkabau di Batu Sangkar pada akhir Juli 1970, bertambah kokohlah pendapat itu. Dan dengan mantapnya pula dalam seminar Sejarah Riau bulan Mei 1975 ini, bertambahlah saya merasa bahagia, bahwa islam masuk di Abad Ketujuh Hijriyah tidak ganjil lagi terdengar di telinga.

Pendapat kita tentang masuknya Agama Islam ke tanah air kita tidak lagi semata-mata menurut kepada apa yang ditentukan oleh Kaum Oirentalis Barat, melainkan mulai ada penghargaan terhadap pendapat dari pihak sendiri, sehingga tidak ganjail terdenga di telinga. Jika dikatakan abad pertama Islam, agama ini telah masuk ke negeri ini. Dan sudah ada orang yang berani mengatakan misalnya :

”Menurut Snouck hougronye dan schrieke, Islam masuk ke Indonesia abad ke tiga belas, tetapi menurut penyelidikan HAMKA di abad Hijriyah pertama sudah mulai masuk!”

(Pekanbaru, Kamar Kostku, Selasa, 08 juli 2008 14:12 WIB)

Diposting oleh Eddy Syahrizal di 06.15  

0 komentar:

Posting Komentar