Simalakama Dari Tanah Raja Ali Haji 4 (Habis)

Rabu, 06 Agustus 2008

Dikutip dari investigasi tempo edisi 23 Juli 2006

Seolah sepakat dengan pernyataan itu, peneliti senior ATMA Prof. Dr. Noriah Mohamed, yang sudah melihat ratusan naskah di Lingga, menyataka kondisi perkamen-perkamen itu sudah sangat memilukan.” Jika tidak di kelola dengan baik, naskah akan segera hancur oleh suhu pantai, banyak dari kami membeli lantaran kondisi yang mengenaskan itu.” Sedangkan Direktur ATMA Prof. Dato’ Shamsul Amri Baharuddin menegaskan, yang mereka inginkan terutama adalah isi naskah bukan fisiknya.” yang dilakukan adalah digitalisasi naskah sebelum kami sebarkan melalui portal web kami,” katanya.

Terhadap kecaman Al-Azhar, Ketua BKST Nismawati Tarigan menunjukkan keterbatasan dana menjadi biang keladi. ”Jangankan untuk inventarisasi naskah, untuk oprasional sehari-haripun dana yang dimiliki sangat terbatas,” katanya gundah. Dana 2 Miliar setahun dirasakan Nismawati sangat tidak memadai untuk lingkup kerja yang begitu luas. Sebab, dia dan stafnya tak hanya memantau Riau kepulauan tapi juga mencakup Jambi dan Bangka Belitung. Akibatnya, sosialisasi undang-undang terlambat, sehingga masyarakat melihat naskah itu sebagai warisan turun-temurun yang bisa diberlakukan menurut keinginan, termasuk di jual.”Idealnya, dana operasional BKST sekitar 8 Miliar setahun,” kata Nismawati.

Bagi Jan Van der Putten, transaksi naskah lama ini sulit diberantas. Selama permintaan masih deras, aktivitas ilegal ini akan terus berlangsung. ”Malaysia, Singapura dan Brunai sedang berlomba menebalkan eksistensinya sebagai negara Melayu,” ujar Profesor Linguistik Melayu di Universitas Nasional Singapura ini.

Ditambah dengan ompongnya UU No.5/1992, boleh jadi sepuluh tahun lagi kisah sedih yang diajarkan ke seluruh penjuru dunia: bahwa pusat Kebudayaan Melayu adalah Johor, atau Singapura, atau Brunai Darussalam....

(Pekanbaru, Perpustakan FMIPA UNRI, Kamis, 07/08/08, 11:31 WIB)

0 komentar:

Posting Komentar