Naskah Kuno di Kedai Kopi 3

Jumat, 08 Agustus 2008

Dikutip dari Majalah Tempo edisi 23 Juli 2006

Dari ahli sejarah hingga pemandu wisata. Dari pedagang barang antik hingga wisatawan. Semua terlibat dalam penjualan naskah Melayu di Riau.

Tidak selamanya Syahrul mulus mendapatkan naskah lama. Ada kalanya is harus tiap hari men­datangi calon korbannya dengan berbagai oleh-oleh sebagai "mahar"-biasanya beras, kopi, gula, dan lauk-pauk. Pernah suatu ketika is membayar Al­Quran tulis tangan abad ke-19 dengan pasir dan pu­luhan sak semen untuk membangun surau milik si korban. Setelah bayaran dianggap cukup, Al-Quran itu baru boleh berpindah tangan.

Tak semua pemilik naskah menjual barang ber­sejarah itu. Kepada pendatang asal Malaysia, naskah mereka kerap dihibahkan begitu saja. Salah satun­ya adalah Mohammad Farid, 35 tahun, warga Ling­ga. Farid adalah tutu Haji Ja'afar bin Encik Abu Ba­kar, cendekiawan Riau yang menguasai ekonomi dan hukum ketatanegaraan Kerajaan Riau-Lingga.

Pada 1999, seorang peneliti asal Malaysia menda­tangi rumahnya. la mengaku telah menelusuri arsip­arsip yang berhubungan dengan Haji Ja'afar bin Encik Abu Bakar untuk sebuah penelitian. Dalam pertemuan itu, is menanyakan soal naskah-naskah lama karya Haji Ja'afar.

Tanpa dikomando, ibu Farid larigsung menyerah­kan seluruh naskah milik Haji Ja'afar. Di antaranya, arsip yang memuat penunjukan Haji Ja'afar sebagai Sekretaris Rusydiyah Klub (1880)-perkumpulan cerdik-pandai yang bergerak di bidang politik dan kebudayaan di Penyengat (lihat, Naskah Dikuras, Si­tus Merana). Naskah tentang pengalamannya bekerja di Trengganu dan sejumlah surat dinas dari Keraja­an Riau-Lingga turut is hibahkan. "Seluruh naskah milik Haji Ja'afar kami serahkan," kata Farid. Se­jumlah peneliti asal negeri Jiran memang secara re­guler mengunjungi Daik-Lingga. Mereka menyebut kawasan ini sebagai "Bunda Tanah Melayu".

PERTEMUAN itu digelar di kedai kopi yang terle­tak di jalan Bintan-Tanjungpinang. IrLi kawasan padat. Deretan bangunan tumbuh berdesakan di samping ke­dai. Aroma bubuk kopi meruap di ruang kedai yang dipenuhi meja kayu bujur sangkar dan kursi plastik.

Belum lagi menemukan tempat duduk, telepon genggam Syahrul berdering. Dari ujung telepon, ter­dengar suara bertanya. Syahrul menjawab, "Saya su­dah di kedai, nih." Setengah jam berlalu, orang yang dinanti muncul: seorang pendek berkulit putih dan lelaki tinggi berkulit gelap.

Tanpa mengeluarkan buku catatannya, Syahrul me­maparkan seluruh informasi dengan runtut. Kedua koleganya mendengarkan. Syahrul menunjukkan se­tumpuk foto bends-bends bersejarah dan naskah Me­layu yang is bicarakan tadi. "Foto-foto ini saya dapat dari pemiliknya," katanya pelan.

(Pekanbaru, Kamar Kostku, Jum’at, 08/08/08, 10:04 WIB)

Diposting oleh Eddy Syahrizal di 01.33  

1 komentar:

According to Stanford Medical, It is indeed the SINGLE reason women in this country get to live 10 years more and weigh 19 KG less than we do.

(And by the way, it really has NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to do with "HOW" they eat.)

BTW, What I said is "HOW", and not "WHAT"...

CLICK on this link to reveal if this little quiz can help you unlock your true weight loss possibilities

Unknown mengatakan...
26 Februari 2020 pukul 14.59  

Posting Komentar